Selasa, 07 November 2017

Landasan Hukum Kuasa Insidentil

Landasan Hukum Kuasa Insidentil

Kuasa hukum insidentil dalam praktek Peradilan Agama memiliki 2 (dua) landasan hukum sebagai berikut:

I. Surat Edaran TUADA ULDILTUN MARI, Nomor: MA/Kumdil/8810/1987 tanggal 21 September 1987 tentang Ijin Sebagai Pembela/Penasehat Hukum, yang isinya:

MAHKAMAH AGUNG
REPUBLIK INDONESIA                                                     Jakarta, 21 September 1987

Nomor    : MA/Kumdil/8810/1987.                            Kepada Yth.
Lampiran: -                                                                 Sdr. Ketua Pengadilan Tinggi Denpasar
Perihal    : Ijin sebagai Pembela/Penasehat Hukum   di      -
                                                                                                   Denpasar

Sehubungan dengan surat laporan Saudara tanggal 4 Agustus 1987 No. W16DPT - KP.04-9036 perihal tersebut di atas, maka bersama ini disampaikan petunjuk sebagai berikut:

[1]. Pada dasarnya profesi Penasehat Hukum memang tidak dapat dirangkap dengan jabatan sebagai  Pegawai Negeri maupun anggauta ABRI.

[2]. Setelah memperhatikan penjelasan-penjelasan yang tersebut dalam surat KODAM IX Udayana tanggal 28 Juli 1987 No. B/73/VII/1987 mengenai kedudukan dan Orgas Kumdam yang tentunya berlaku untuk seluruh jajaran Angkatan Darat, maka dapat disimpulkan bahwa:
     (a). Penunjukan seorang perwira hukum dalam lingkungan Kodam yang bersangkutan untuk    membela suatu perkara di muka Pengadilan itu selalu bersifat insidental dan selalu sebagai usaha pengabdian tanpa mengharapkan sesuatu imbalan jasa;
     (b). Pemberian bantuan/nasehat hukum tersebut terbatas pada Kodam atau pejabat serta anggauta dan keluarga TNI-AD di lingkungan Kodam;

[3]. Selanjutnya menurut petunjuk Dirkum TNI-AD No. B/2431/V/1979 mereka-mereka yang dapat diberikan bantuan oleh Perwira Hukum Kodam yang ditunjuk diperluas menjadi:
     (a). Instansi atau badan-badan di lingkungan TNI-AD dalam wilayah hukum Kotama setempat.
     (b). Para pejabat atau para anggauta TNI-AD serta karyawan sipil AD selaku individu, baik yang masih dalam dinas akrif maupun dalam masa persiapan pensiun atau pensiun dan warakawuri beserta keluarganya dalam wilayah hukum Kotama setempat.
     (c). Mereka yang mempunyai ikatan dinas atau hubungan kerja dengan TNI-AD dalam wilayah hukum Kotama setempat.
     (d). Mereka yang tidak masuk golongan (a) sampai dengan (c) setelah terlebih dahulu dikonsultasikan/diijinkan oleh Dirkum TNI-AD.

[4]. Bahwa pada tiap Kodam ada perwira-perwira hukum tertentu yang diberi tugas oleh Kodam untuk memberikan bantuan hukum yang bersifat insidentil di muka pengadilan memang dapat dibenarkan.

[5]. Dalam rangka pengawasan dan penertiban segi administrasinya hendaknya nama-nama perwira hukum tersebut didaftarkan pada pengadilan negeri dan pengadilan tinggi setempat. Dan setiap kali ada pemutasian, hal itu pun hendaknya didaftarkan.

[6]. Untuk menghindarkan terjadi pengaburan batas antara kegiatan penasehat hukum sebagai profesi dan pemberian bantuan hukum yang bersifat insidentil, maka yang dapat dibenarkan dibela perkaranya oleh perwira hukum itu adalah:
     (a). Instansi atau badan-badan di lingkunan TNI-AD dalam wilayah hukum Kotama setempat.
     (b). Para pejabat atau anggauta TNI-AD dan karyawan sipil AD selaku individu yang memiliki NIP baik selama mereka masih aktif mapun dalam masa persiapan pensiun atau selama mereka berkedudukan sebagai purnawirawan maupun warakawuri.
     Mengenai pengertian keluarga hendaknya tetap harus ada batasnya, yang dimaksud dengan keluarga dalam butir [6]. (b) tersebut adalah keluarga dari mereka yang masih aktif yang terdiri dari:
     1. Isteri dan suami (bukan bekas isteri atau bekas suami).
     2. Anak-anak yang belum berkeluarga.
     3. Orang tua dari suami isteri tersebut.

[7]. Sedang mereka yang tidak masuk dalam batasan pengertian keluarga sudah tepat kalau mereka itu dibela perkaranya oleh para penasehat hukum yang profesional maupun insidentil yang bukan berasal dari izin dispensasi oleh Kodam yang bersangkutan.

[8]. Karena itu mengenai perkara  Ny. Bibit Rumani tersebut perlu diteliti lebih dahulu hubungan kekeluargaannya dengan Letnan Kolonel CPM Nyoman Arca.
Apabila kedudukan kekeluargaanya masuk dalam pengertian keluarga anggauta ABRI yang terbatas tersebut, diminta Saudara Ketua Pengadilan Tinggi Denpasar/Ketua Pengadilan Negeri Denpasar memberi ijin kepada perwira-perwira hukum yang telah ditunjuk oleh Kodam yang bersangkutan.

     Demikian agar dilaksanakan.

Rujukan:  Himpunan Surat Petunjuk Mahkamah Agung RI dan Instruksi Mahkamah Agung RI Dari Tahun 1954 s.d. 1994. Mahkamah Agung Republik Indonesia: Jakarta, 1999, hlm. 319-320.

II. Surat Edaran Panitera MARI, Nomor: 89/PAN.6/SPM-AG/A-I/IX/2014 tanggal 22 September 2014 tentang Kuasa Insidentil, yang isinya sebagai berikut:

Mahkamah Agung RI
Jln. Medan Merdeka Utara No. 9-13                                    Jakarta, 22 September 2014
Telp. 3843348, 3457661 (Hunting)
Tromol Pos No. 1020
Jakarta 10010

Nomor    : 89/PAN.6/SPM-AG/A-I/IX/2014                  Kepada Yth.    
Lampiran: -                                                            Sdr. Ketua Pengadilan Agama Ende
Perihal    : Kuasa Insidentil                                             di     -
                                                                                                        Ende

Assalamu'alaikum Wr. Wb.
     Memperhatikan surat Saudari Suwarni Sarimin tanggal 27 Agustus 2014 perihal Mohon Dasar Hukum Kuasa Insidentil yang ditujukan kepada Saudara, perlu kamu sampaikan hal-hal sebagai berikut:
  1. Bahwa buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama (Buku II) edisi revisi 2013 halaman 70-71 huruf (e) dimaksudkan sebagai berikut: Mereka yang mendapat kuasa insidentil yang ditetapkan oleh ketua pengadilan (seperti Hubungan Keluarga, Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Biro Hukum TNI/POLRI untuk perkara yang menyangkut anggota/keluarga TNI/POLRI, pengertian keluarga TNI/POLRI dalam batas: (1) Suami dan istri (bukan bekas suami atau bekas isteri); (2) Anak-anak yang belum berkeluarga; (3) Orang tua dari suami isteri tersebut; sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor: MA/Kumdil/8810/1987 tanggal 21 September 1987 (terlempir).
  2. Bahwa mengenai apa yang dipertanyakan oleh Saudari Suwarni Sarimin tentang anak-anak yang belum berkeluarga tersebut di atas, perlu dijelaskan bahwa anak yang dimaksud adalah anak yang dapat diwakili secara insidentil oleh Biro Hukum TNI/POLRI untuk beracara di pengadilan, bukan anak sebagai penerima kuasa insidentil.
  3. Kuasa insidentil dengan alasan Hubungan Keluarga adalah keluarga sedarah atau semenda dapat diterima sampai dengan derajat ketiga, yang dibuktikan dengan surat keterangan Lurah/Kepala Desa.
Demikian semoga menjadi maklum.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
                                                                                        Panitera Muda Perdata Agama

                                                                                                         Ttd,

                                                                                        Drs. H. Abdul Ghani, S.H., M.H.
 Tembusan:
1. Para Ketua PTA Seluruh Indonesia dan Mahkamah Syar'iyyah Aceh (untuk disebarkan)
2. Arsip

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Landasan Hukum Kuasa Insidentil

Landasan Hukum Kuasa Insidentil Kuasa hukum insidentil dalam praktek Peradilan Agama memiliki 2 (dua) landasan hukum sebagai berikut: I...