Senin, 31 Juli 2017

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 239 K/Sip/1973 tanggal 25 November 1975 tentang Kesaksian Istifadhah

Kaidah Hukum:

"Bahwa keterangan saksi-saksi di atas pada umumnya adalah menurut pesan, tetapi haruslah pula dipertimbangkan bahwa hampir semua kejadian atau perbuatan atau peristiwa hukum yang terjadi dahulu tidak mempunyai surat, tetapi adalah berdasarkan pesan turun-temurun, sedangkan saksi-saksi yang langsung menghadapi perbuatan hukum itu dulunya tidak ada lagi yang diharapkan hidup sekarang, sehingga dalam hal demikian pesan turun-temurun itulah yang dapat diharapkan sebagai keterangan dan menurut pengetahuan Hakim Majelis sendiri pesan-pesan seperti ini oleh masyarakat Batak umumnya dianggap berlaku dan benar."

Rujukan:
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 379 K/Ag/1995 tanggal 22 Maret 1997 tentang Perceraian karena Pertengkaran

Kaidah Hukum:

"Suami istri yang tidak berdiam serumah lagi dan tidak ada harapan untuk hidup rukun kembali dalam rumah tangga, maka rumah tangga tersebut telah terbukti retak dan pecah"

Rujukan:
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 38 K/Ag/1990 tanggal 05 Oktober 1991 tentang Memutus Perceraian tidak Melihat Siapa yang Salah

Kaidah Hukum:

"Mahkamah Agung RI berpendapat kalau judex factie berpendapat alasan perceraian menurut Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 telah terbukti, maka hal ini semata-mata ditujukan kepada perkawinan itu, tanpa mempersoalkan siapa yang salah dalam terjadinya perselisihan dan pertengkaran yang terus-menerus dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangg."

Rujukan:
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 38 K/Sip/1967 tanggal 07 Mei 1967 tentang Uang Paksa (Dwangsom)

Kaidah Hukum:

"Lembaga uang paksa, sekalipun tidak secara khusus diatur di dalam HIR haruslah dianggap tidak bertentangan dengan sistem HIR dan berdasarkan penafsiran yang lazim dan pada Pasal 399 HIR dapat diterapkan di pengadilan-pengadilan."

Rujukan:
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 1121 K/Sip/1971 tanggal 05 April 1972 tentang Sita Jaminan (Conservatoir Beslag)

Kaidah Hukum:

"Apabila Para Penggugat tidak mempunyai bukti yang kuat tentang adanya kekhawatiran bahwa Tergugat akan mengasingkan barang-barangnya, maka penyitaan tidak dapat dilakukan."

Rujukan:
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI

Sabtu, 29 Juli 2017

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 307 K/Sip/1976 tanggal 07 Desember 1976 tentang Uang Paksa (Dwangsom)

Kaidah Hukum:

"Tuntutan akan uang paksa harus ditolak dalam hal putusan dapat dilaksanakan dengan eksekusi riil bila keputusan yang bersangkutan mempunyai keputusan yang pasti."

Rujukan:
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Tahun 1993

Kamis, 27 Juli 2017

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 38 K/AG/1990 tanggal 05 Oktober 1994 tentang Perceraian Tidak Mengukur Siapa yang Salah

Kaidah Hukum:

"Menurut hukum Islam, pernikahan itu bukanlah sekedar perjanjian biasa untuk hidup bersama sebagai suami-istri, akan tetapi perkawinan itu adalah suatu miitsaqan ghaliidhan, yaitu perjanjian suci, yang untuk terputusnya tidak boleh hanya diukur sekedar adanya kesalahan dari salah satu pihak, tetapi kalau pengadilan telah yakin (dengan alasan-alasan yang diperoleh dalam proses perkara), bahwa pernikahan tersebut telah pecah tidak mungkin dapat diperbaiki kembali untuk terwujudnya rumah tangga yang sakinah, mawaddah wa rahmah, itu berarti bahwa hati kedua belah pihak telah pecah pula. Dengan demikian berarti telah memenuhi maksud dari Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, jo. Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam."

Rujukan:
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 140 K/Sip/1971 tanggal 12 Agustus 1972 tentang Mengabulkan Petitum Subsidair Selagi Ada Kaitan Dengan Petitum Primair

Kaidah Hukum:

"Bila mana judex factie akan memberikan putusan atas petitum subsidair, 'yaitu gugatan diadili menurut kebijaksanaan hakim pengadilan', maka putusan hakim tersebut harus berhubungan atau masih terkait dalam kerangka tuntutan primairnya."

Rujukan:
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 556 K/Sip/1971 tanggal 08 Januari 1972 tentang Mengabulkan Melebihi yang Dituntut Asalkan Masih Ada Kaitan dengan Kejadian Materiil

Kaidah Hukum:

"Mengabulkan hal yang lebih dari yang dituntut dapat dibenarkan asalkan masih sesuai dengan kejadian materiil atau posita."

Rujukan:
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 199 K/Ag/2014 tanggal 17 Juni 2014 tentang Ibu Paling Berhak Mengasuh Anak

Kaidah Hukum:

"Hadhanah bagi anak yang belum mumayyiz adalah hak ibunya si anak kecuali bila ada fakta yang menunjukkan si ibu tidak mungkin menjalankan haknya dengan bukti-bukti yang sah menurut hukum."

Rujukan:
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 636 K/Sip/1969 tanggal 22 Juli 1970 tentang Onvoldoende Gemotiveerd

Kaidah Hukum:

"Mahkamah Agung menganggap perlu untuk meninjau keputusan Pengadilan Negeri/Pengadilan Tinggi yang kurang cukup dipertimbangkan (onvoldoende gemotiveerd)."

Rujukan:
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI

Rabu, 26 Juli 2017

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 539 K/Sip/1971 tanggal 03 November 1971 tentang Perjanjian Jual Beli Tanah Sah Jika Dilakukan di Hadapan PPAT

Kaidah Hukum:

"Sesudah berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, maka hanya perjanjian jual beli yang dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akte Tanah yang sah."

Rujukan:
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 72 K/Sip/1973 tanggal 28 Mei 1973 tentang Akta sebagai Bukti Jual Beli Tanah

Kaidah Hukum:

"Jual beli tanah yang dilakukan setelah Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 hanya dapat dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan di hadapan pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria."

Rujukan:
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 312 K/Sip/1974 tanggal 19 Agustus 1975 tentang Pemindahan Hak Milik Tanah Harus di Hadapan PPAT

Kaidah Hukum:

"Pengoperan hak atas tanah dan rumah sengketa menurut Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, jo. Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 seharusnya dilakukan dengan pembuatan akte tanah di hadapan Pejabat Pembuat Akte Tanah dan tidak dengan hanya membuat kedua belah pihak akte notaris sebagai halnya dalam perkara ini."

Rujukan:
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 598 K/Sip/1971 tanggal 18 Desember 1971 tentang Jual Beli Tanah tidak di Hadapan Pejabat

Kaidah Hukum:

"Jual beli sawah yang tidak dilakukan di hadapan  pejabat yang berwenang sebagaimana dikatakan oleh Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, yaitu Notaris dan Camat merupakan jual beli yang tidak sah menurut hukum, sehingga pembelinya tidak perlu mendapat perlindungan hukum."

Rujukan:
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 544 K/Sip/1976 tanggal 26 Juni 1979 tentang Jual Beli Tanah Harus di Hadapan PPAT, setidaknya Kepala Desa

Kaidah Hukum:

"Berdasar Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, setiap pemindahan hak harus dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akte Tanah setidak-tidaknya di hadapan Kepala Desa yang bersangkutan."

Rujukan:
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI

Yursiprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 937 K/Sip/1970 tanggal 22 Maret 1972 tentang Jual Beli Tanah harus Melibatkan PPAT

Kaidah Hukum:

"Suatu perjanjian jual beli yang dilaksanakan setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 harus memenuhi Peraturan Pemerintah tersebut dan suatu akte perjanjian jual beli yang dilaksanakan di hadapan seorang Pejabat Pembuat Akte Tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, dianggap sebagai akta yang mempunyai kekuatan bukti yang sempurna."

Rujukan:
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 991 K/Sip/1974 tanggal 26 Januari 1978 tentang Salah Menerapkan Hukum Pembuktian

Kaidah Hukum:

"Keputusan Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri harus dibatalkan, karena salah menerapkan hukum cq. hukum pembuktian."

Rujukan:
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 492 K/Sip/1970 tanggal 16 Desember 1970 tentang Pemeriksaan Tingkat Banding dan Onvoldoende Gemotiveerd

Kaidah Hukum:

"Putusan Pengadilan Tinggi harus dibatalkan karena kurang cukup pertimbangan (onvoldoende gemotiveerd), yaitu karena dalam putusannya itu hanya mempertimbangkan soal mengesampingkan keberatan-keberatan yang diajukan dalam memori banding dan tanpa memeriksa perkara itu kembali baik mengenai fakta-faktanya maupun mengenai soal penerapan hukumnya, terus menguatkan putusan Pengadilan Negeri begitu saja."

Rujukan:
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 319 K/Sip/1970 tanggal 18 Desember 1970 tentang Pemeriksaan Perkara Tingkat Banding

Kaidah Hukum:

"Hakim banding harus memeriksa perkara dalam keseluruhan, termasuk alasan-alasan banding meskipun alasan-alasan banding itu tidak pernah dikemukakan pada tingkat pertama."

Rujukan:
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 339 K/Sip/1970 tanggal 21 Februari 1971 tentang Ultra Petita

Kaidah Hukum:

"Putusan yang melebihi dari yang dituntut para pihak adalah harus dibatalkan."

Rujukan:
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 194 K/Sip/1975 tanggal 30 November 1976 tentang Pengadilan Tingkat Banding Harus Memeriksa Keseluruhan Perkara baik Konvensi maupun Rekonvensi

Kaidah Hukum:

"Dalam peradilan tingkat banding, Pengadilan Tinggi harus memeriksa dan memutus (mengadili) perkara dalam keseluruhannya, termasuk bagian-bagian (konvensi dan rekonvensi) yang telah diputus oleh Pengadilan Negeri."

Rujukan:
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 672 K/Sip/1972 tanggal 10 Agustus 1972 tentang Onvoldoende Gemotiveerd

Kaidah Hukum:

"Putusan pengadilan harus dibatalkan karena kurang cukup pertimbangan (onvoldoende gemotiveerd) harus dibatalkan dan terdapat ketidaktertiban beracara."

Rujukan:
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 951 K/Sip/1973 tanggal 09 Oktober 1975 tentang Cara Pemeriksaan Tingkat Banding

Kaidah Hukum:

"Cara pemeriksaan di tengkat banding ... dst ... seharusnya Hakim Banding mengulang memeriksa kembali suatu perkara dalam keseluruhannya baik mengenai fakta maupun mengenai penerapan hukumnya."

Rujukan:
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI

Yurisprudensi Mahkamah Agung Ri Nomor 9 K/Sip/1972 tanggal 19 Agustus 1972 tentang Putusan Banding dan Onvoldoende Gemotiveerd

Kaidah Hukum:

"Pertimbangan Pengadilan Tinggi yang isinya hanya menyetujui dan menjadikan sebagai alasan sendiri ... dst ... seperti halnya kalau Pengadilan Tinggi menyetujui Keputusan Pengadilan Negeri adalah tidak cukup."

Rujukan:
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 372 K/Sip?1970 tanggal 01 September 1971 tentang Pertimbangan yang Menyimpang dari Dasar Gugatan Termasuk Onvoldoende Gemotiveerd

Kaidah Hukum:

"Putusan pengadilan yang didasarkan atas pertimbangan yang menyimpang dari dasar gugatan haruslah dibatalkan."

Rujukan:
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI

Yuriprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 1604 K/Pdt/1984 tanggal 26 September 1985 tentang Pertimbangan yang Tidak Lengkap Termasuk Onvoldoende Gemotiveerd

Kaidah Hukum:

"Dalam hal putusan judex factie ternyata didasari pertimbangan-pertimbangan yang kurang lengkap (onvoldoende gemotiveerd), Mahkamah Agung dapat membatalkan putusan tersebut dan kemudian mengadilinya sendiri dengan melakukan penilaian terhadap hasil pembuktiannya."

Rujukan:
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 67 K/Sip/1972 tanggal 13 Agustus 1972 tentang Dalil Penggugat Tidak Selaras dengan Petitum Termsuk Onvoldoende Gemotiveerd

Kaidah Hukum:

"Dalam hal dalil-dalil Penggugat Asal tidak selaras/bertentangan dengan petitum-petitumnya dan karena Judex Factie tidak memberikan alasan-alasan/pertimbangan-pertimbangan yang cukup, maka putusan judex factie dibatalkan."

Rujukan:
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 672 K/Sip/1972 tanggal 18 Oktober 1972 tentang Putusan Kurang Pertimbangan (Onvoldoende Gemotiveerd))

Kaidah Hukum:

"Putusan Pengadilan Tinggi harus dibatalkan karena kurang cukup pertimbangan (niet voldoende gemotiveerd)."

Rujukan:
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 981 K/Sip/1972 tanggal 31 Oktober 1974 tentang Pembatalan Putusan oleh Mahkamah Agung

Kaidah Hukum:

"Dalam hal putusan Pengadilan Tinggi dibatalkan, Mahkamah Agung dapat mengadili sendiri perkaranya, baik mengenai penetapan hukum maupun penilaian hasil pembuktiannya."

Rujukan:
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI

Selasa, 25 Juli 2017

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 588 K/Sip/1975 tanggal 13 Juli 1976 tentang Memeriksa dan Mengadili Konvensi dan Rekonvensi dengan Tidak Tepat dan Tidak Terperinci Termasuk Onvoldoende Gemotiveerd

Kaidah Hukum:

"Majelis Hakim dalam memutus perkara harus memeriksa, mengadili perkara secara keseluruhan termasuk bagian-bagian (konvensi dan rekonvensi) dan harus tepat dan terperinci."

Rujukan: Yurisprudensi Mahkamah Agung RI

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 313 K/Sip/1973 tanggal 29 April 1977 tentang Pertimbangkan yang tidak Lengkap, Tidak Lengkap dan Berat Sebelah Termasuk Onvoldoende Gemotiveerd

Kaidah Hukum:

"Putusan Majelis Hakim yang dalam pertimbangan hukumnya tidak lengkap/tidak tepat dan berat sebelah perlu dibatalkan."

Rujukan: Yurisprudensi Mahkamah Agung RI

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 903 K/Sip/1972 tanggal 10 Oktober 1974 tentang Putusan Hakim yang tidak Mempertimbangkan Alat Bukti Kedua Belah Pihak Termasuk Onvoldoende Gemotiveerd

Kaidah Hukum:

"Putusan Majelis Hakim yang tidak mempertimbangkan alat-alat bukti kedua belah pihak adalah tidak cukup dan harus dibatalkan."

Rujukan: Yurisprudensi Mahkamah Agung RI

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 638 K/Sip/1969 tanggal 22 Juli 1970 tentang Putusan yang Kurang Pertimbangan (Onvoldoende Gemotiveerd) Harus Dibatalkan

Kaidah Hukum:

"Putusan-putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi yang kurang cukup dipertimbangkan (Onvoldoende Gemotiveerd) harus dibatalkan."

Rujukan:
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 1177 K/Sip/1975 tanggal 27 Februari 1979 tentang Eksepsi Diputus bersamaan dengan Pokok Perkara

Kaidah Hukum:

"Pengadilan Negeri yang dalam perkara ini memutus eksepsi yang diajukan oleh Tergugat bersamaan dengan pokok perkara tidaklah menyalahi hukum acara. Karena dalam perkara ini Hakim berpendapat bahwa ia berwenang mengadili perkaranya, sehingga pemeriksaan diteruskan dan baru pada akhirnya dalam putusan dipertimbangkan mengenai eksepsi termaksud."

Rujukan: Yurisprudensi Mahkamah Agung RI

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 305 K/Sip/1971 tanggal 16 Juni 1971 tentang Kewenangan Penggugat untuk Menentukan Siapa-Siapa yang akan Digugatnya

Kaidah Hukum:

"Pengadilan tidak berwenang untuk, karena jabatan, menempatkan seseorang yang tidak digugat sebagai Tergugat, karena hal tersebut adalah bertentangan dengan azas acara perdata, bahwa hanya Penggugatlah yang berwenang untuk menentukan siapa-siapa yang akan digugatnya."

Rujukan: Yurisprudensi Mahkamah Agung RI

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 81 K/Sip/1971 tanggal 09 Juli 1976 tentang Objek Sengketa Setelah Diadakan Pemeriksaan Setempat Berbeda dengan Batas dan Luas Objek yang Tercantum di dalam Surat Gugatan

Kaidah Hukum:

"Karena setelah diadakan pemeriksaan setempat oleh Pengadilan Negeri atas perintah Mahkamah Agung, tanah yang dikuasai oleh Tergugat ternyata tidak sama batas-batas dan luasanya dengan yang tercantum di dalam gugatan, gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima."

Rujukan: Yurisprudensi Mahkamah Agung RI

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 1424 K/Sip/1975 tanggal 08 Juni 1976 tentang Gugatan Kurang Pihak Harus Dinyatakan Tidak Dapat Diterima

Kaidah Hukum:

"Mahkamah Agung RI membenarkan pertimbangan Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri bahwa gugatan Penggugat dinyatakan tidak dapat diterima, karena terdapat kesalahan formal, tidak sempurna gugatan dan masih ada pihak yang seharusnya digugat, tetapi ternyata tidak digugat atau tidak dilibatkan dalam perkara ini"

Rujukan: Yurisprudensi Mahkamah Agung RI

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 274 K/Pdt/1976 tanggal 25 April 1979 tentang Keharusan BPN dalam Mengukur Objek pada Waktu Pemeriksaan Setempat

Kaidah Hukum:

"Karena yudex factie belum memeriksa tanah milik Penggugat yang dikuasai oleh Tergugat, kepada Pengadilan Negeri diperintahkan untuk mengadakan pemeriksaan setempat disertai pengukuran tanah tersebut oleh Sub. Dit. Agraria Kabupaten yang disaksikan oleh Hakim yang bersangkutan dan pihak-pihak"

Rujukan: Rangkuman Yurisprudensi Mahkamah Agung RI, 1993, hlm. 424

Senin, 17 Juli 2017

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 279 K/Sip/1976 tanggal 05 Juli 1976 tentang Provisi yang Menyangkat Pokok Perkara Harus Ditolak

Kaidah Hukum:

"Permohonan provisi seharusnya bertujuan agar ada tindakan hakim yang tidak mengenai pokok perkara; permohonan provisi yang berisikan pokok perkara harus ditolak"

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 1992 K/Pdt/2000 tanggal 23 Oktober 2002 tentang Tidak Mempertimbangkan Eksepsi Sebagai Onvoldoende Gemotiveerd

Kaidah Hukum:

"Judex Factie yang telah membatalkan putusan PN Bandung, tanpa mempertimbangkan eksepsi tergugat, sehingga putusan judex factie harus dinyatakan putusan yang tidak sempurna (Onvoldoende Gemotiveerd"

Rujukan: Yurisprudensi Mahkamah Agung RI

Yurisprudenasi Mahkamah Agung RI Nomor 273 K/AG/1998 tanggal 17 Maret 1999 tentang Penjelasan Pasal 19 Huruf (f) PP Nomor 9 Tahun 1975

Kaidah Hukum:

"Cekcok, hidup berpisah tidak dalam satu tempat kediaman bersama, salah satu pihak tidak berniat untuk meneruskan kehidupan bersama dengan pihak lain, merupakan fakta yang cukup sesuai dengan alasan perceraian Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974."

Rujukan:
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 549 K/Sip/1971 tanggal 15 Maret 1972 tentang Beban Pembuktian

Kaidah Hukum:

"Berdasarkan yurisprudensi, hakim bebas untuk memberikan beban pembuktian, lebih tepat jika pembuktian dibebankan kepada yang lebih mampu untuk membuktikannya."

Rujukan:
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI

Landasan Hukum Kuasa Insidentil

Landasan Hukum Kuasa Insidentil Kuasa hukum insidentil dalam praktek Peradilan Agama memiliki 2 (dua) landasan hukum sebagai berikut: I...